Empat Pesan Nabi SAW
Siapapun orangnya, nasihat merupakan
sesuatu yang amat dibutuhkan dalam hidup ini. Hal ini karena, nasihat-nasihat
yang baik akan memberikan motivasi dan mengarahkan kehidupan kita menjadi lebih
baik. Karena itu, Rasulullah SAW juga sering mendapat nasehat secara khusus
dari malaikat Jibril, sahabat-sahabat juga sering mendapatkan nasihat dari
Rasulullah saw. Diantara nasihat beliau adalah yang disampaikan kepada sahabat
Abu Dzar Al Ghifari yang muatannya tentu tidak hanya khusus untuknya, tapi juga
untuk kita semua. Bunyi nasihat beliau diriwayatkan oleh Imam Ahmad :
أُوْصِيْكُمْ
بِتَقْوَى اللهِ فِى سِرِّ أَمْرِكَ وَعَلاَنِيَتِهِ وَإِذَا أَسَأْتَ فَأَحْسِنْ
وَلاَ تَسْأَلَنَّ أَحَدًا شَيْئًا وَإِنْ سَقَطَ سَوْطُكَ وَلاَ تَقْبِضَنَّ
أَمَانَةً
Artinya
: "Aku wasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa kepada Allah dalam
perkara yang tersembunyi dan terang-terangan. Jika kamu berbuat salah,
maka berbuat baiklah (setelah itu), dan janganlah kamu meminta sesuatu kepada
seseorang walaupun (hanya meminta diambilkan) cambukmu yang terjatuh dan jangan
menahan amanat." (HR. Ahmad)
Dari
hadits di atas, ada empat nasehat Rasul yang amat penting untuk kita laksanakan
dalam kehidupan yang singkat ini.
1. Selalu Taqwa Kepada Allah.
Taqwa
adalah memelihara diri dari siksa Allah dengan mengikuti segala perintah dan
menjauhi larangan-larangan-Nya dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun
juga, bahkan dimanapun seseorang berada. Ketaqwaan kepada Allah SWT merupakan
kunci kemuliaan bagi manusia, karenanya setiap mukmin harus berusaha untuk
bertaqwa dengan sebenar-benarnya sehingga hal ini tidak hanya ditekankan kepada
umat Nabi Muhammad SAW, tapi juga kepada umat-umat sebelumnya, Allah SWT
berfirman :
وَللّهِ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ
مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُواْ اللّهَ وَإِن تَكْفُرُواْ فَإِنَّ لِلّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا
فِي الأَرْضِ وَكَانَ
اللّهُ
غَنِيّاً حَمِيداً
Artinya
: "Dan kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi, dan sungguh Kami
telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan
(juga) kepada kamu; bertaqwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir, maka
(ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah
kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (QS An Nisa [4]:131).
Begitu
pentingnya taqwa itu bagi kita sehingga hal ini menjadi asas bagi diterimanya suatu
amal oleh Allah SWT, sebab amal shaleh itu harus dilaksanakan dengan tata cara
yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT dan itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang
yang bertaqwa, Allah SWT berfirman :
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ
نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَاناً فَتُقُبِّلَ مِن أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ
الآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ
قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Artinya
: "Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil)
menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima
dari salah seorang mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain
(Qabil). Ia (Qabil) berkata : "Aku pasti membunuhmu". Berkata Habil :
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang yang bertaqwa."
(QS Al Maidah [5]:27).
2. Berbuat Baik Sesudah Bersalah
Sebagai
manusia yang sering dikatakan tidak luput dari salah dan dosa, maka keburukan
yang telah kita lakukan tidak boleh menjadi kebiasaan apalagi sampai membentuk
karakter kepribadian yang buruk. Oleh karena itu, setelah bertaubat dari
kesalahan, setiap muslim harus menghapus dan menutupi kesalahan itu dengan
kebaikan sehingga perbuatan baik senantiasa mendominasi perjalanan hidup kita.
Banyak
sekali kebaikan yang harus kita lakukan dalam hidup ini, karena itu rasanya
tidak cukup waktu bagi kita untuk melaksanakan semuanya sehingga saat
kesempatan berbuat baik sudah ada, setiap kita harus melakukannya sesegera
mungkin agar jangan sampai kita menjadi orang yang menyesal, dan lebih tragis
lagi adalah bila penyesalan itu terjadi dalam kehidupan nanti di akhirat.
3. Bila Mampu Tidak Meminta Bantuan
Hidup
mandiri merupakan sesuatu yang amat penting bagi setiap orang sehingga tidak
besar ketergantungannya kepada orang lain. Karena itu, Rasulullah saw amat
menekankan kepada kita untuk bisa hidup mandiri. Dari sisi ekonomi, seorang
muslim memang harus berusaha secara halal dan terhormat, sehingga mengemispun
harus dihindari kecuali bila terpaksa yang keterpaksaan itupun tidak boleh
berlangsung lama. Bila mengemis saja sudah jangan, apalagi mencuri dan
sejenisnya, Rasulullah saw bersabda :
عَنْ قَبِيْصَةَ بْنِ
مُخَارِقِ الْهِلاَلِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: تَحَمَّلَتُ حَمَالَةً
فَأَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ فِيْهَا,
فَقَالَ: أَقِمْ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ, فَنَأْمُرَ لَكَ بِهَا. قَالَ:
ثُمَّ قَالَ: يَا قَبِيْصَةُ, إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ ِلأَحَدِ
ثَلاَثَةٍ : رَجُلٌ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى
يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ, وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ احْتَاجَتْ مَالَهُ
فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ, أوْ قَالَ :
سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ. وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُوْمَ ثَلاَثَةٌ
مِنْ ذَوِى الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ : لقدْ أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاَقَةٌ فَحَلَّتْ
لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ, أوْ قَالَ : سِدَادًا
مِنْ عَيْشٍ. فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيْصَةُ, سُحْتًا يَأْكُلُهَا
صَاحِبُهَا سُحْتًا
Qabishah
bin Mukhariq al Hilal ra berkata : “aku pernah memikul tanggungan berat (diluar
kemampuan), lalu aku datang kepada Rasulullah SAW untuk mengadukan hal itu.
Kemudian beliau bersabda : “Tunggulah sampai ada sedekah yang datang kepada
kami lalu kami perintahkan agar sedekah itu diberikan kepadamu”. Setelah itu
beliau bersabda : “Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh
kecuali bagi salah satu dari tiga golongan, yaitu (1) orang yang memikul beban
tanggungan yang berat (diluar kemampuannya), maka dia boleh meminta-minta
sehingga setelah cukup lalu berhenti, tidak meminta-minta lagi. (2) Orang yang
yang tertimpa musibah yang menghabiskan hartanya, maka dia boleh meminta sampai
dia mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya. (3). Orang yang tertimpa kemiskinan
sehingga tiga orang yang sehat pikirannya dari kaumnya menganggapnya
benar-benar miskin, maka dia boleh meminta sampai dia memperoleh sekadar
kebutuhan hidupnya. Sedangkan selain dari tiga golongan tersebut hai Qabishah,
maka meminta-minta itu haram yang hasilnya bila dimakan juga juga haram.” (HR.
Muslim).
Dalam
melaksanakan sesuatu, sedapat mungkin seseorang bisa mengerjakannya sendiri,
kecuali bila memang dituntut bekerja sama (amal jama’i). Karena itu
jangan sampai kita meminta orang lain membantu kita untuk sesuatu yang tidak
memerlukan bantuan, akibatnya kita malah menjadi orang yang suka menyuruh orang
lain melakukan sesuatu, sedangkan kita hanya berleha-leha.
4. Melaksanakan Amanah.
Secara
harfiyah, amanah artinya dipercaya. Secara khusus, amanah berarti mengembalikan
sesuatu yang dititipkan oleh seseorang kepadanya. Adapun makna umumnya adalah
menyampaikan atau melaksanakan sesuatu yang ditugaskan kepadanya. Sifat ini
bukan hanya penting karena termasuk akhlak yang mulia, tapi justeru kualitas
keimanan seseorang sangat tergantung salah satunya pada apakah ia bisa
menjalankan amanah atau malah berkhianat. Oleh karena itu, dalam satu hadits,
Rasulullah SAW bersabda :
لاَ إِيْمَانَ لِمَنْ
لاَ أَمَانَةَ لَهُ، وَلاَدِيْنَ لِمَنْ لاَعَهْدَلَهُ.
Artinya
: “Tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna)
agama seseorang yang tidak menunaikan janji.” (HR. Ahmad).
Karena
amanah merupakan sesuatu yang sangat penting, maka Allah SWT memerintahkan
kepada manusia untuk menunaikan amanah sebagaimana firman-Nya :
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّواْ الأَمَانَاتِ
إِلَى أَهْلِهَا
Artinya
: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak
menerimannya.” (QS An Nisa [4]:58).
Manakala seorang muslim sudah bisa
menunaikan amanah dengan baik, seandainya dalam hidup ini ia sudah tidak punya
apa-apa secara duniawi, ia masih tetap menjadi orang yang bahagia dalam arti
bukan orang yang rugi, Rasulullah SAW bersabda :
أَرْبَعٌ إِذَا كُنَّ
فِيْكَ فَلاَ عَلَيْكَ مِمَّا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا : حِفْظُ أَمَانَةٍ
وَصِدْقُ حَدِيْثٍ وَحُسْنُ خَلِيْقَةٍ وَعِفَّةٌ مِنْ طُمْعَةٍ
Artinya
: “Empat perkara yang apabila ada padamu, tidak akan merugikan lepasnya segala
sesuatu dari dunia dari padamu, yaitu : memelihara amanah, tutur kata yang
benar, akhlak yang baik dan bersih dari tamak.” (HR. Ahmad).
Manakala
nasihat Nabi SAW diatas bisa kita laksanakan, maka kehidupan yang kita ajalani
akan berlangsung dengan baik, di dunia maupun di akhirat.